Bu Lastri, 56 tahun, tak pernah menyangka warung kecilnya yang dulu nyaris roboh kini berubah jadi warung kelontong modern yang ramai pembeli. Semua berawal dari kebiasaannya menjaga warung sambil memainkan game di ponsel tuanya. Game itu bernama Mahjong Ways.
Warung Bu Lastri dulunya sederhana. Atapnya dari seng yang sering bocor, dinding papan lapuk, dan rak barang seadanya. Ia menjual sabun, gula, minyak goreng, dan beberapa jajanan anak-anak. Pendapatan harian tak tentu. Tapi ia selalu melayani dengan senyum, meski terkadang hanya satu-dua pembeli datang dalam sehari.
Subuh Sunyi dan Sebuah Game Iseng
Di sela waktu sepi, biasanya subuh atau menjelang siang, Bu Lastri suka duduk di kursi kayu sambil memainkan game kecil di ponsel. Mahjong Ways, katanya, cukup bikin mata melek dan hati senang. “Daripada bengong, ya sambil mainin ubin-ubin ini,” ujarnya santai.
Ia tidak pernah menyangka apa pun. Tapi suatu subuh, sekitar pukul 04.30, saat semua masih tidur dan warung belum buka penuh, ia memencet beberapa tombol... dan layar mulai berkedip.
Putaran demi putaran semakin cepat. Simbol-simbol menyatu, efek visual meledak di layar, dan tiba-tiba, muncul angka kemenangan besar: Rp311.000.000.
Bu Lastri sampai menjatuhkan ponselnya. Ia pikir itu kesalahan. Tapi setelah dicek ulang dan konfirmasi masuk ke akunnya, ia terduduk lemas. Lalu menangis, pelan-pelan. “Ya Allah… ini beneran?” bisiknya sambil menahan air mata.
Warung Berubah, Hati Tetap Sama
Tak butuh waktu lama, warung yang dulu kusam mulai diperbaiki. Dinding diganti dengan batako, rak-rak besi baru dipasang, kulkas pendingin untuk minuman dingin dibeli. Papan nama dicat ulang, bahkan dipasang lampu sorot kecil agar terang saat malam.
Barang dagangan makin lengkap—dari sembako sampai peralatan mandi, jajanan anak hingga perlengkapan dapur. Pembeli yang dulu jarang mampir, kini berdatangan setiap hari. Anak-anak senang karena banyak pilihan, ibu-ibu kampung senang karena tidak perlu ke pasar jauh-jauh.
Masih Ramah, Masih Rendah Hati
Meski warungnya berubah total, Bu Lastri tetap sama. Ia masih menyapa pembeli satu per satu, masih memberi bon ke tetangga yang belum sempat bayar, dan masih menyisihkan sebagian keuntungan untuk anak yatim setiap Jumat pagi.
“Uang ini bukan buat gaya. Tapi buat terus bisa jualan dengan layak dan bantu orang sekitar,” katanya saat seorang wartawan lokal mewawancarainya.
Rezeki yang Tak Terduga
“Saya cuma ibu warung, gak ngerti teknologi. Tapi kadang rezeki datang dari arah yang paling nggak disangka,” ujarnya sambil menata mie instan ke rak baru. Ia masih main Mahjong Ways sesekali, tapi sekarang lebih sering sibuk melayani pembeli yang terus datang.
Bu Lastri membuktikan: dari warung tua jadi toko modern, semua bisa berubah—asal hati tetap bersih dan tangan terus memberi.
Rezeki tak pernah salah alamat, dan kadang datang... dari genggaman kecil di waktu sunyi.